Pemerhati Anak Kecam Penganiayaan Anak Pejabat Direktorat Pajak Terhadap Anak Dibawah Umur

Jakarta, tempoNews - Viral kasus penganiayaan seorang anak pejabat Direktorat Pajak, DS yang sudah usia dewasa (20) terhadap seorang anak pengurus GP Ansor yang masih usia anak (17) dipicu karena membela pacar pelaku yang juga masih usia anak A (15). 

Karena korban masih usia anak, maka polisi akan menggunakan tuntutan dalam UU Perlindungan Anak. 

Ada S (19) teman dari pelaku yang statusnya dinaikan oleh polisi dari saksi menjadi tersangka. S sudah bukan usia anak, karena usia anak 0-18 tahun.

Jika ternyata nantinya A ditetapkan juga sebagai tersangka misalnya dari proses pengembangan oleh kepolisian, maka untuk A akan digunakan UU No. 11/2012 tentang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) karena masih usia anak. Namun, sejauh ini A baru diperiksa dan masih berstatus sebagai saksi. 

Selain penganiayaan yang dilakukan, gaya hidup hedon dan kerap pamer kekayaan orangtuanya di media social menjadi jejak digital yang ramai menjadi perhatian public. 

Bahkan LHKPN ayah dari pelaku pun menjadi sorotan public, sampai-sampai Menteri keuangan harus merespon public melalui video resmi karena memang menurunkan kepercayaan public yang patuh membayar pajak.

“Kasus ini juga menunjukkan bahwa pola pengasuhan sangat berpengaruh pada perilaku seorang anak. Pamer kekayaan orangtua adalah salah satu sikap yang memperlihatkan bahwa anak haus pada penghargaan," ujar Retno Listyarti, Pemerhati Anak dan Pendidikan.

Retno menambahkan, sesorang merasa dapat dihargai ketika memamerkan kebendaan yang dimiliki.

Padahal, ketika anak dididik untuk bangga pada dirinya sendiri karena kapasitas atau pun potensi yang dimiliki, maka anak tidak perlu haus penghargaan.

Atas kasus tersebut, Retno  menyampaikan sikap atau pandangan sebagai berikut : 

1. Sebagai pemerhati anak, ia mengecam tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Dandy (20 tahun) terhadap David (17 tahun) karena dipicu oleh aduan sang pacar A (15 tahun). 

Apalagi penganiayaan tersebut dilakukan dengan sadis hingga mengakibatkan anak korban mengalami luka serius dan koma di rumah sakit. 

Pemukulan diduga di lakukan pada bagian kepala dan perut. Ini dua bagian tubuh yang jika dipukul akan berakibat fatal pada korban;

2. Ketika korbannya anak, maka kepolisian akan menggunakan pasal 76C UU Perlindungan Anak, dimana tuntutan hukumannya cukup berat, yaitu maksimal 15 tahun, apalagi si pelaku sudah bukan usia anak. Jadi tidak akan ada penyelesaian di luar pengadilan (diversi).

Proses hukum seharusnya terus berjalan, meskipun keluarga korban memaafkan sekalipun, proses hukum semestinya tetap dilanjutkan, karena ini tindak pidana terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa. 

3. Anak korban David, berhak mendapatkan pemulihan kesehatan dan juga rehabilitasi psikologi dari dampak kekerasan yang dialami.

Rehabilitasi psikologi bisa dilakukan ketika kesehatan fisik David sudah pulih nanti. 

Hak atas pendidikan juga harus tetap dipenuhi, pihak sekolah harus membantu korban, nantinya ketika sudah sehat kembali dan dibantu mengejar keteringgalan pembelajaran selama sakit.

4. Kasus ini juga seharusnya menjadi pembelajaran bagi para orangtua untuk membantu anak-anaknya mampu mengendalikan emosi di saat marah, sehingga tidak bertindak gegabah yg merugikan diri sendiri dan membahayakan orang lain. 

By: Retno Listyarti  (Pemerhati Anak dan Pendidikan)

Publish: lala/tempoNews

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url